Suatu hari Farris Effandi mengundangku makan malam di rumahnya. Aku memenuhinya. Jiwaku lapar akan roti lezat yang disuguhkan surga melalui tangan-tangan Selma. Roti spiritual yang membuat hati kami semakin lapar saat menyantapnya. Itulah roti yang dinikmati oleh Kais (seorang pujagga Arab), Dante dan Sappho dan yang menyalakan api di hati mereka.Roti yang disiapkan seorang dewi dengan manisnya ciuman dan pahitnya air mata.
Saat aku sampai di rumah Farris Effandi, aku melihat Selma sedang duduk di bangku di kebun. Ia menyandarkan kepalanya di sebuah pohon dan tampak seperti seorang mempelai dalam gaun sutera putihnya atau seperti seorang pengawal yang menjaga tempat itu.Dengan tenang dan sopan, aku mendekatinya dan duduk di sampingnya.Karena aku tak dapat mengucap sepatah kata pun maka aku berusaha diam, satu-satunya bahasa hati.Namun aku merasa bahwa Selma mendengar suara tanpa kataku dan melihat hantu-hantu jiwaku melalui sepasang mataku.Beberapa menit kemudian lakilaki tua itu datang menyapaku seperti biasa. Ketika mengulurkan tangan padaku, aku merasa seolah ia sedang memberkahi rahasia-rahasia yang menyatukanku dengan puterinya.
Kemudian ia berkata: "Makan malam sudah siap anak-anakku, mari kita bersantap." Kami beranjak mengikutinya.Sepasang mata Selma berkerjapkerjap karena sebuah perasaan baru menambah kecintaannya ketika ayahnya memanggil kami dengan sebutan anak-anaknya. Kami duduk di meja menikmati makanan dan meminum anggur lezat.Namun jiwa kami sedang berkelana di sebuah dunia yang jauh. Kami melamunkan
masa depan dan kesulitannya.
Tiga orang yang terpisah dalam pikiran namun menyaru dalam cinta.Tiga manusia lugu yang memiliki banyak perasaan dan sedikit pengetahuan.Sebuah drama yang ditampilkan oleh seorang laki-laki tua yang mencintai puterinya, seorang perempuan
muda sekitar dua puluh tahunan yang memandang masa depan dengan gelisah dan seorang laki-laki muda yang melamun dan khawatir.Pemuda yang tidak merasakan anggur kehidupan maupun cukanya dan berusaha menggapai agungnya cinta dan pengetahuan, namun tidak dapat mengangkat dirinya. Kami bertiga duduk dalam suasana temaram makan dan minum dalam rumah yang terpencil itu, diawasi sepasang mata surga namun bagian atas gelas kami tertutup kepahitan dan kesedihan.
Ketika kami selesai makan, salah seorang pelayan memberitahukan kedatangan
seorang laki-laki yang ingin bertemu dengannya. "Siapa ia?" Tanya laki-laki tua itu. “Utusan pendeta," jawab pelayan itu. sejenak Farris Effandi terdiam memandang puterinya seperti seorang nabi yang memandang langit untuk menyingkap rahasia-rahasianya. Kemudian ia berkata pada pelayan tesebut "Persilakan ia masuk."
Ketika pelayan itu berlalu, seorang laki-laki memakai pakaian ala Timur dengan kumis lebat yang ujungnya dipilin masuk dan memberi salam pada laki-laki tua itu seraya berkata: "Yang mulia, pendeta mengutusku untuk menjemputmu dengan kereta khususnya.
Beliau ingin membicarakan masalah penting dengan anda."Wajah laki-laki tua itu tampak sedih dan senyumnya tak tampak. Sesaat setelah memikirkan dengan seksama,
ia mendekatiku dan berkata dengan suara yang bersahabat: "Aku harap saat aku kembali nanti engkau masih ada di sini karena Selma membutuhkan teman di tempat yang terpencil ini."
Setelah mengatakannya ia menoleh ke arah Selma dan tersenyum,menanyakan persetujuannya. Ia menganggukkan kepalanya kendati pipinya menjadi merah. Dan dengan suara yang lebih manis dari musik liris, Selma berkata: "Aku akan melakukan
apa saja untuk membuat tamu kita senang."
Selma memandangi kereta yang membawa ayahnya dan utusan pendeta hingga ia tak terlihat. Kemudian ia datang dan duduk di hadapanku di sebuah dipan yang dibalut dengan sutera hijau. Ia tampak seperti setangkai Lili yang merunduk dl hamparan rumput hijau karena desiran angin pagi hari. Inilah takdir surga yang mngharuskanku berdua bersama Selma di malam hari dalam rumahnya yang indah yang dikelilingi pohon-pohon
di mana kesunyian, cinta, keindahan dan kebajikan tinggal bersama.
Kami berdua terdiam, saling menunggu siapa yang akan berbicara namun pembicaraan tidak selalu berarti pemahaman antara dua jiwa.Kata-kata yang berasal dari bibir-bibir dan lidah-lidah tidak selalu bisa membawa sepasang hati bersama.Ada sesuatu yang lebih agung dan lebih murni dari apa yang diutarakan mulut. Keheningan menyelimuti jiwajiwa kami, berbisik pada hati-hati kami dan membawa keduanya bersama.
Kesunyian memisahkan kami dari diri kami masing-masing, membuat kita menjelajahi cakrawala jiwa dan membawa kami lebih dekat pada langit.Hal itu membuat kami merasa bahwa tubuh-tubuh ini tak lebih hanyalah penjara-penjara dan dunia ini tak lebih dari tempat pembuangan.Selma menatapku, sepasang matanya mengungkapkan rahasia hatinya.
Kemudian ia berkata dengan tenang : "Mari kita ke kebun dan duduk di bawah pepohonan memandang bulan terbit dari balik pegunungan." Dengan patuh, aku beranjak dari tempat dudukku, namun aku ragu. "Tidakkah lebih baik kita di sini hingga bulan terbit dan menyinari kebun." Dan aku melanjutkan: "Kegelapan menyembunyikan pohon-pohon dan bebungaan.Kita tidak bisa melihat apa pun."
Kemudian ia berkata: "Sekalipun kegelapan menyembunyikan pohonpohon dan bebungaan dari mata kita,namun ia tidak akan menyembunyikan cinta dari hati kita." Setelah mengatakan kata-kata itu dengan nada aneh ia mengarahkan pandangan matanya ke luar jendela dan aku tetap diam, mempertimbangkan kata-kata dan kebenaran arti tiap suku katanya. Kemudian ia memandangku seolah ia menyesali apa yang ia katakan dan berusaha menyingkirkan kata-kata itu dari telingaku dengan sihir matanya.
Namun mata itu malah membuat aku lupa atas apa yang ia katakan dengan rerulang melaui relung hatiku dengan jelas dan baik. Kata-kata manis yang telah terkubur dalam kenanganku karena keabadian.Tiap kecantikan dan keagungan di dunia ini diciptakan oleh satu ide atau perasaan seorang manusia. Apa pun yang kita saksikan saat ini dibuat oleh generasi yang lalu. la berasal dari ide yang ada di pikiran seorang lakilaki
atau luapan perasaan dari hati seorang perempuan. Revolusi yang menumpahkan banyah darah dan menggerakkan pikiran-pikiran laki-laki ke arah kemerdekaan merupakan ide
seorang laki-laki yang ada di tengah ribuan laki-laki lainnya.
Perang-perang yang menghancurkan yang merusak kekaisaran-kekaisaran adalah
pikiran-pikiran yang ada dalam akal seseorang. Ajaran-ajaran tinggi yang merubah tujuan manusia adalah ide seorang laki-laki yang memiliki kecerdasan yang terpisah dari lingkungannya.Sebuah ide mandiri mampu mendirikan piramid-piramid, menciptakan kejayaan Islam dan memajukan perpustakaan di Aleksandria.Satu ide akan datang padamu disuatu malam yang akan mengangkatmu pada kejayaan atau membimbingmu
ke tempat suaka.
Sebuah pandangan dari mata seorang wanita membuatmu menjadi laki-laki paling
bahagia di dunia. Satu kata dari sepasang bibir seorang laki-laki akan membuatmu menjadi kaya atau miskin.Kata-kata yang diutarakan Selma malam itu menahanku antara masa lalu dan masa depan, seperti sebuah perahu yang dilabuhkan di tengan samudera.
Kata tersebut membangunkanku dari tidur masa muda dan kekhawatiran. la menempatkanku di panggung tempat hidup dan mati menempatkan bagiua-bagiannya.
Aroma bunga bercampur dengan angin sepoi-sepoi ketika kami memasuki kebun itu dan duduk dengan tenang di sebuah bangku dekat pohon Melati seraya mendengar tarikan nafas alam yang sedang tidur. Sementara di langit biru sepasang mata langit menyaksikan drama kami.
Bulan terbit dari balik gunung Sunnin dan menyinari pantai, bukitbukit dan gunung-gunung. Kami dapat melihat desa-desa mengelilingi lembah seperti hantu-hantu. Kami dapat menyaksikan seluruh keindahan Lebanon di bawah sinar-sinar perak rembulan. Para penyair Barat mengira Lebanon sebagai sebuah tempat yang legendaris, yang terlupakan sejak Daud, Sulaiman dan nabi-nabi seperti taman Eden yang hilang sejak kejatuhan Adam dan Eva. Oleh para penyair Barat, kata Lebanon dianggap sebagai ekspresi puitis yang dihubungkan dengan gunung-gunung yang sisi-sisinya dibasahi dengan kemenyan Cedar yang suci.
Hal itu mengingatkan mereka pada kuil-kuil tembaga dan marmer yang berdiri kokoh dan tak terkalahkan, dan dari kawanan musang yang mencari makan di lembah-lembah. malam itu kulihat Lebanon bermimpi tidak seperti apa yang digambarkan eorang
penyair.
Demikianlah segala sesuatu berubah sesuai dengan perasaan, begitu juga kita yang melihat ketakjuban dan kecantikan di dalamnya sementara ketakjuban dan kecantikan itu ada dalam diri kita sendiri. Karena sinar bulan itu menyinari wajah, leher dan kedua engannya ia tampak seperti sebuah patung gading yang dipahat oleh jari-jari beberapa pemuja Ishtar, dewi kecantikan dan cinta. Ketika ia memandangku ia berkata: "Mengapa engkau diam? Mengapa engkau tidak bercerita padaku tentang masa lalumu?" Saat aku memandangnya kebisuanku lenyap dan aku membuka sepasang bibirku dan berkata: "Tidakkah engkau mendengar apa yang aku katakan ketika kita masuk ke kebun buah-buahan ini?
Jiwa yang mendengar bisikan bungabunga dan nyanyian keheningan dapat pula mendengar jeritan dan teriakan hatiku." la menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan berkata dengan suara yang bergetar: "Ya, aku mendengarmu.Aku mendengar sebuah
suara yang datang dari tengah malam dan teriakan yang keras di tengah hari."
Aku melupakan masa laluku,keadaanku -semuanya, kecuali Selma dan menjawabnya dengan perkataan: "Aku mendengarmu juga Selma. Aku mendengar musik yang menggembirakan menggetarkan udara dan seluruh dunia." Setelah mendengar kata-kata itu, ia memejamkan matanya dan di kedua bibirnya kulihat senyum kegembiraan bercampur dengan kesedihan. la berbisik dengan lembut: "Sekarang aku tahu bahwa ada sesuatu yang lebih tinggi dari langit, lebih dalam dari samudera dan lebih aneh dari hidup,mati dan waktu. Sekarang aku tahu sesuatu yang tak aku ketahui sebelumnya."
Saat itu Selma menjadi lebih sayang dari seorang teman, lebih dekat dari seorang saudara dan lebih cinta dari seorang kekasih. la menjadi pikiran tertinggi, mimpi terindah dan perasaaan terkuat yang ada di jiwaku. Sungguh salah jika mengira bahwa cinta berasal dari persahabatan yang lama dan teguhnya masa perkenalan.
Cinta adalah musim semi yang sial dari perasaan jiwa dan jika perasaan itu tercipta sesaat, ia tidak akan mampu bertahan selama bertahun-tahun bahkan sampai beberapa generasi.Lalu Selma mengangkat kepalanya dan memandang cakrawala tempat
gunung Sunnin bertemu dengan langit, dan ia berkata: "Kemarin engkau seperti seorang saudara bagiku,bersamanya aku tinggal dan di sisinya aku duduk dengan tenang dibawah asuhan ayahku.
Sekarang aku merasakan adanya sesuatu yang lebih aneh dan lebih manis dari sekedar kasih sayang seorang saudara,percampuran yang tak kukenal antara cinta dan takut yang memenuhi hatiku dengan kesedihan dan kebahagiaan."Aku menanggapi: Perasaan yang membuat kita takut dan gemetar ketika melintas melalui hati kita merupakan hukum alam yang membimbing bulan mengelilingi bumi dan matahari mengelilingi Tuhan."
Ia meletakkan tangannya di kepalaku dan mengusapkan jari-jarinya di rambutku. Wajahnya bercahaya dan air mata keluar dari kedua matanya seperti jatuhnya embun dari daun-daun Lili, kemudian ia berkata: "Siapa yang akan percaya dengan cerita kita? Siapa yang akan percaya bahwa saat ini kita telah mengatasi rintangan-rintangan keraguan ? Siapa yang akan percaya bahwa bulan Nisan yang menyatukan kita adalah bulan yang menghentikan kita dalam kesucian dari kesucian-kesucian hidup ?"
Tangannya masih mengusapusap kepalaku saat ia berbicara, dan aku tidak akan memilih sebuah mahkota raja atau rangkaian kejayaan dari tangan yang cantik dan halus itu yang memiliki jari-jari yang diusapkan di rambutku.Kemudian aku menjawabnya: "Orang-orang tidak akan percaya dengan cerita kita karena mereka tidak tahu bahwa cinta adalah satu-satunya bunga yang tumbuh dan semer bak tanpa mempedulikan musim, kecuali bulan Nisan yang mempertemukan kita untuk pertama kalinya dan waktu yang menahan kita dalam kesucian di antara kasucian-kesucian hidup.
Bukankah tangan Tuhan mendekatkan jiwa kita sebelum kita lahir dan membuat penjara-penjara bagi masing-masing sepanjang siang dan malam? Kehidupan seorang manusia tidak dimulai dari rahim dan tidak diakhiri dengan kuburan; cakrawala yang penuh dengan cahaya bulan dan bintang-bintang tidak akan ditinggalkan oleh jiwa-jiwa cinta dan ruh-ruh intuitif."Saat ia menjauhkan tangannya dari kepalaku aku merasakan getaran listrik pada akar-akar rambutku bercampur dengan angin malam.
Seperti seorang pemuja setia yang menerima berkahnya dengan mencium altar di sebuah kuil. Aku meraih tangan Selma dan meletakkannya di kedua bibirku yang hangat di atasnya dan memberinya ciuman panjang.Kenangan yang meluluhkan hatiku dan membangunkan keindahankeindahanya dengan semua kebajikan jiwaku.
Satu jam berlalu, tiap menitnya adalah tahun cinta. Kesunyian malam, cahaya bulan, bunga-bunga dan pohon-pohon membuat kami lupa akan semua kenyataan kecuali cinta.Tiba-tiba kami mendengar derap langkah kuda dan gemeretak roda kereta.Kami tersadar dari kebahagiaan kami yang tak sadar dan melemparkan dunia mimpi-mimpi ke dunia yang penuh dengan kebingungan dan kesengsaraan.
Kami mendapati laki-laki tua itu telah kembali dari tugasnya. Kami bangkit dan berjalan melalui kebun buah-buahan itu untuk menemuinya.Ketika kereta itu sampai di pintu masuk kebun, Farris Effandi turun dan berjalan dengan pelan lurus ke arah kami alam keadaan lunglai.Sekilas, ia tampak sedang membawa beban yang berat. Ia mendekati Selma,meletakkan tangannya di kedua bahunya dan memandanginya. Air mata membasahi kedua pipinya yang keriput dan kedua bibirnya bergetar dengan senyum kesedihan.
Dengan suara tercekik, ia berkata: "Sayang,tak lama lagi engkau akan dibawa jauh dari rengkuhan ayahmu dan memasuki rengkuhan orang lain. Sebentar lagi pendeta akan membawamu dari rumah yang sepi ini menuju istana di dunia yang luas. Kebun ini akan merindukan jejak langkahmu dan ayahmu akan menjadi orang asing bagimu. Semua telah terjadi. Semoga Tuhan memberkatimu."
Setelah mendengar kata-kata tersebut, wajah Selma sedih dan sepasang matanya sayu seolah ia merasakan sebuah tanda kematian.Kemudian ia ketakutan, seperti seekor burung yang tertembak, menderita dan cemas dan dalam suara tertahannya ia berkata: "Apa yang engkau katakan? Apa maksudnya ? Kemana engkau akan mengirimku ? "Kemudian ia memandangnya dengan menyelidik, berusaha untuk menyingkap rahasianya. sesaat kemudian ia berkata: "Aku mengerti.
Aku mengerti semuanya. Pendeta telah memintaku dari sisimu dan telah menyiapkan sebuah sangkar burung dengan sayap-sayap yang patah. Inikah keinginanmu, Ayah ? "Jawabannya adalah sebuah desahan nafas panjang. Dengan halus ia membimbing Selma memasuki rumah sementara aku masih berdiri di kebun. Riak-riak kebingungan menyelimutiku seperti sebuah badai yang menggugurkan daun-daun musim gugur.
Kemudian aku mengikuti mereka memasuki ruang tamu untuk menghindari hal-hal yang memalukan, yang menggoncangkan tangan laki-laki tua itu dan memandangi Selma bintang cantikku dan meninggalkan rumah.Ketika aku sampai di ujung kebun aku mendengar laki-laki tua itu memanggilku dan meminta untuk menemuinya. Dengan menyesal ia meraih tanganku dan berkata: "Maafkan aku, Anakku. Aku telah merusak malammu dengan tetesan air mata,tapi temui aku saat rumahku ditinggalkan dan aku kesepian dan putus asa. Wahai pemuda, anakku sayang !
Janganlah engkau mencampur-adukkan masalah yang terjadi di pagi hari dengan keadaan yang lemah. Karena pagi hari tidak akan bertemu dengan malam. Namun engkau akan datang padaku dan mengingatkanku pada kenanganku tentang masa mudaku yang ku lewatkan bersama ayahmu.Engkau akan mengabariku tentang kabar-kabar kehidupan yang tidak akan menganggapku sebagai salah satu anaknya lagi. Apakah engkau tidak akan mengunjungiku lagi ketika Selma pergi dan aku di sini dalam kesepian ? "Sementara ia mengatakan katakata menyedihkan itu, dengan tenang aku menjabat tangannya.
Aku merasakan air mata hangat jatuh dari matanya ke atas tanganku yang bergetar dengan sedih dan kasih sayang anak. Aku merasakan seolah hatiku tercekik dengan duka cita. Ketika aku mengangkat kepalaku dan ia melihat air mata di mataku, ia membungkuk
ke arahku dan mencium dahiku dan berkata: "Selamat tinggal anakku,selamat tinggal."Air mata seorang laki-laki tua lebih menggetarkan daripada air mata seorang pemuda karena ia merupakan sisa hidup dalam tubuhnya yang lemah. Air mata seorang pemuda seperti embun yang jatuh di daun setangkai Mawar, sementara air mata seorang laki-laki tua seperti daun layu yang jatuh bersama angin musim dingin.
Ketika aku meninggalkan rumah Farris Effandi Karamy, suara Selma masih terdengar di telingaku, kecantikannya mengikutiku seperti sebuah hantu dan air mata ayahnya mengering dengan lambat di tanganku.Kepulanganku seperti kepindahan Adam dari surga, namun Eva hatiku tidak ada bersamaku untuk menciptakan seluruh dunia menjadi sebuah Eden. Malam itu saat aku terlahir kembali, aku merasa bahwa aku melihat wajah kematian untuk pertama kalinya.Begitulah mentari menyemarakkan dan membunuh ladang-ladang dengan panasnya.
Kemudian ia berkata: "Makan malam sudah siap anak-anakku, mari kita bersantap." Kami beranjak mengikutinya.Sepasang mata Selma berkerjapkerjap karena sebuah perasaan baru menambah kecintaannya ketika ayahnya memanggil kami dengan sebutan anak-anaknya. Kami duduk di meja menikmati makanan dan meminum anggur lezat.Namun jiwa kami sedang berkelana di sebuah dunia yang jauh. Kami melamunkan
masa depan dan kesulitannya.
Tiga orang yang terpisah dalam pikiran namun menyaru dalam cinta.Tiga manusia lugu yang memiliki banyak perasaan dan sedikit pengetahuan.Sebuah drama yang ditampilkan oleh seorang laki-laki tua yang mencintai puterinya, seorang perempuan
muda sekitar dua puluh tahunan yang memandang masa depan dengan gelisah dan seorang laki-laki muda yang melamun dan khawatir.Pemuda yang tidak merasakan anggur kehidupan maupun cukanya dan berusaha menggapai agungnya cinta dan pengetahuan, namun tidak dapat mengangkat dirinya. Kami bertiga duduk dalam suasana temaram makan dan minum dalam rumah yang terpencil itu, diawasi sepasang mata surga namun bagian atas gelas kami tertutup kepahitan dan kesedihan.
Ketika kami selesai makan, salah seorang pelayan memberitahukan kedatangan
seorang laki-laki yang ingin bertemu dengannya. "Siapa ia?" Tanya laki-laki tua itu. “Utusan pendeta," jawab pelayan itu. sejenak Farris Effandi terdiam memandang puterinya seperti seorang nabi yang memandang langit untuk menyingkap rahasia-rahasianya. Kemudian ia berkata pada pelayan tesebut "Persilakan ia masuk."
Ketika pelayan itu berlalu, seorang laki-laki memakai pakaian ala Timur dengan kumis lebat yang ujungnya dipilin masuk dan memberi salam pada laki-laki tua itu seraya berkata: "Yang mulia, pendeta mengutusku untuk menjemputmu dengan kereta khususnya.
Beliau ingin membicarakan masalah penting dengan anda."Wajah laki-laki tua itu tampak sedih dan senyumnya tak tampak. Sesaat setelah memikirkan dengan seksama,
ia mendekatiku dan berkata dengan suara yang bersahabat: "Aku harap saat aku kembali nanti engkau masih ada di sini karena Selma membutuhkan teman di tempat yang terpencil ini."
Setelah mengatakannya ia menoleh ke arah Selma dan tersenyum,menanyakan persetujuannya. Ia menganggukkan kepalanya kendati pipinya menjadi merah. Dan dengan suara yang lebih manis dari musik liris, Selma berkata: "Aku akan melakukan
apa saja untuk membuat tamu kita senang."
Selma memandangi kereta yang membawa ayahnya dan utusan pendeta hingga ia tak terlihat. Kemudian ia datang dan duduk di hadapanku di sebuah dipan yang dibalut dengan sutera hijau. Ia tampak seperti setangkai Lili yang merunduk dl hamparan rumput hijau karena desiran angin pagi hari. Inilah takdir surga yang mngharuskanku berdua bersama Selma di malam hari dalam rumahnya yang indah yang dikelilingi pohon-pohon
di mana kesunyian, cinta, keindahan dan kebajikan tinggal bersama.
Kami berdua terdiam, saling menunggu siapa yang akan berbicara namun pembicaraan tidak selalu berarti pemahaman antara dua jiwa.Kata-kata yang berasal dari bibir-bibir dan lidah-lidah tidak selalu bisa membawa sepasang hati bersama.Ada sesuatu yang lebih agung dan lebih murni dari apa yang diutarakan mulut. Keheningan menyelimuti jiwajiwa kami, berbisik pada hati-hati kami dan membawa keduanya bersama.
Kesunyian memisahkan kami dari diri kami masing-masing, membuat kita menjelajahi cakrawala jiwa dan membawa kami lebih dekat pada langit.Hal itu membuat kami merasa bahwa tubuh-tubuh ini tak lebih hanyalah penjara-penjara dan dunia ini tak lebih dari tempat pembuangan.Selma menatapku, sepasang matanya mengungkapkan rahasia hatinya.
Kemudian ia berkata dengan tenang : "Mari kita ke kebun dan duduk di bawah pepohonan memandang bulan terbit dari balik pegunungan." Dengan patuh, aku beranjak dari tempat dudukku, namun aku ragu. "Tidakkah lebih baik kita di sini hingga bulan terbit dan menyinari kebun." Dan aku melanjutkan: "Kegelapan menyembunyikan pohon-pohon dan bebungaan.Kita tidak bisa melihat apa pun."
Kemudian ia berkata: "Sekalipun kegelapan menyembunyikan pohonpohon dan bebungaan dari mata kita,namun ia tidak akan menyembunyikan cinta dari hati kita." Setelah mengatakan kata-kata itu dengan nada aneh ia mengarahkan pandangan matanya ke luar jendela dan aku tetap diam, mempertimbangkan kata-kata dan kebenaran arti tiap suku katanya. Kemudian ia memandangku seolah ia menyesali apa yang ia katakan dan berusaha menyingkirkan kata-kata itu dari telingaku dengan sihir matanya.
Namun mata itu malah membuat aku lupa atas apa yang ia katakan dengan rerulang melaui relung hatiku dengan jelas dan baik. Kata-kata manis yang telah terkubur dalam kenanganku karena keabadian.Tiap kecantikan dan keagungan di dunia ini diciptakan oleh satu ide atau perasaan seorang manusia. Apa pun yang kita saksikan saat ini dibuat oleh generasi yang lalu. la berasal dari ide yang ada di pikiran seorang lakilaki
atau luapan perasaan dari hati seorang perempuan. Revolusi yang menumpahkan banyah darah dan menggerakkan pikiran-pikiran laki-laki ke arah kemerdekaan merupakan ide
seorang laki-laki yang ada di tengah ribuan laki-laki lainnya.
Perang-perang yang menghancurkan yang merusak kekaisaran-kekaisaran adalah
pikiran-pikiran yang ada dalam akal seseorang. Ajaran-ajaran tinggi yang merubah tujuan manusia adalah ide seorang laki-laki yang memiliki kecerdasan yang terpisah dari lingkungannya.Sebuah ide mandiri mampu mendirikan piramid-piramid, menciptakan kejayaan Islam dan memajukan perpustakaan di Aleksandria.Satu ide akan datang padamu disuatu malam yang akan mengangkatmu pada kejayaan atau membimbingmu
ke tempat suaka.
Sebuah pandangan dari mata seorang wanita membuatmu menjadi laki-laki paling
bahagia di dunia. Satu kata dari sepasang bibir seorang laki-laki akan membuatmu menjadi kaya atau miskin.Kata-kata yang diutarakan Selma malam itu menahanku antara masa lalu dan masa depan, seperti sebuah perahu yang dilabuhkan di tengan samudera.
Kata tersebut membangunkanku dari tidur masa muda dan kekhawatiran. la menempatkanku di panggung tempat hidup dan mati menempatkan bagiua-bagiannya.
Aroma bunga bercampur dengan angin sepoi-sepoi ketika kami memasuki kebun itu dan duduk dengan tenang di sebuah bangku dekat pohon Melati seraya mendengar tarikan nafas alam yang sedang tidur. Sementara di langit biru sepasang mata langit menyaksikan drama kami.
Bulan terbit dari balik gunung Sunnin dan menyinari pantai, bukitbukit dan gunung-gunung. Kami dapat melihat desa-desa mengelilingi lembah seperti hantu-hantu. Kami dapat menyaksikan seluruh keindahan Lebanon di bawah sinar-sinar perak rembulan. Para penyair Barat mengira Lebanon sebagai sebuah tempat yang legendaris, yang terlupakan sejak Daud, Sulaiman dan nabi-nabi seperti taman Eden yang hilang sejak kejatuhan Adam dan Eva. Oleh para penyair Barat, kata Lebanon dianggap sebagai ekspresi puitis yang dihubungkan dengan gunung-gunung yang sisi-sisinya dibasahi dengan kemenyan Cedar yang suci.
Hal itu mengingatkan mereka pada kuil-kuil tembaga dan marmer yang berdiri kokoh dan tak terkalahkan, dan dari kawanan musang yang mencari makan di lembah-lembah. malam itu kulihat Lebanon bermimpi tidak seperti apa yang digambarkan eorang
penyair.
Demikianlah segala sesuatu berubah sesuai dengan perasaan, begitu juga kita yang melihat ketakjuban dan kecantikan di dalamnya sementara ketakjuban dan kecantikan itu ada dalam diri kita sendiri. Karena sinar bulan itu menyinari wajah, leher dan kedua engannya ia tampak seperti sebuah patung gading yang dipahat oleh jari-jari beberapa pemuja Ishtar, dewi kecantikan dan cinta. Ketika ia memandangku ia berkata: "Mengapa engkau diam? Mengapa engkau tidak bercerita padaku tentang masa lalumu?" Saat aku memandangnya kebisuanku lenyap dan aku membuka sepasang bibirku dan berkata: "Tidakkah engkau mendengar apa yang aku katakan ketika kita masuk ke kebun buah-buahan ini?
Jiwa yang mendengar bisikan bungabunga dan nyanyian keheningan dapat pula mendengar jeritan dan teriakan hatiku." la menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan berkata dengan suara yang bergetar: "Ya, aku mendengarmu.Aku mendengar sebuah
suara yang datang dari tengah malam dan teriakan yang keras di tengah hari."
Aku melupakan masa laluku,keadaanku -semuanya, kecuali Selma dan menjawabnya dengan perkataan: "Aku mendengarmu juga Selma. Aku mendengar musik yang menggembirakan menggetarkan udara dan seluruh dunia." Setelah mendengar kata-kata itu, ia memejamkan matanya dan di kedua bibirnya kulihat senyum kegembiraan bercampur dengan kesedihan. la berbisik dengan lembut: "Sekarang aku tahu bahwa ada sesuatu yang lebih tinggi dari langit, lebih dalam dari samudera dan lebih aneh dari hidup,mati dan waktu. Sekarang aku tahu sesuatu yang tak aku ketahui sebelumnya."
Saat itu Selma menjadi lebih sayang dari seorang teman, lebih dekat dari seorang saudara dan lebih cinta dari seorang kekasih. la menjadi pikiran tertinggi, mimpi terindah dan perasaaan terkuat yang ada di jiwaku. Sungguh salah jika mengira bahwa cinta berasal dari persahabatan yang lama dan teguhnya masa perkenalan.
Cinta adalah musim semi yang sial dari perasaan jiwa dan jika perasaan itu tercipta sesaat, ia tidak akan mampu bertahan selama bertahun-tahun bahkan sampai beberapa generasi.Lalu Selma mengangkat kepalanya dan memandang cakrawala tempat
gunung Sunnin bertemu dengan langit, dan ia berkata: "Kemarin engkau seperti seorang saudara bagiku,bersamanya aku tinggal dan di sisinya aku duduk dengan tenang dibawah asuhan ayahku.
Sekarang aku merasakan adanya sesuatu yang lebih aneh dan lebih manis dari sekedar kasih sayang seorang saudara,percampuran yang tak kukenal antara cinta dan takut yang memenuhi hatiku dengan kesedihan dan kebahagiaan."Aku menanggapi: Perasaan yang membuat kita takut dan gemetar ketika melintas melalui hati kita merupakan hukum alam yang membimbing bulan mengelilingi bumi dan matahari mengelilingi Tuhan."
Ia meletakkan tangannya di kepalaku dan mengusapkan jari-jarinya di rambutku. Wajahnya bercahaya dan air mata keluar dari kedua matanya seperti jatuhnya embun dari daun-daun Lili, kemudian ia berkata: "Siapa yang akan percaya dengan cerita kita? Siapa yang akan percaya bahwa saat ini kita telah mengatasi rintangan-rintangan keraguan ? Siapa yang akan percaya bahwa bulan Nisan yang menyatukan kita adalah bulan yang menghentikan kita dalam kesucian dari kesucian-kesucian hidup ?"
Tangannya masih mengusapusap kepalaku saat ia berbicara, dan aku tidak akan memilih sebuah mahkota raja atau rangkaian kejayaan dari tangan yang cantik dan halus itu yang memiliki jari-jari yang diusapkan di rambutku.Kemudian aku menjawabnya: "Orang-orang tidak akan percaya dengan cerita kita karena mereka tidak tahu bahwa cinta adalah satu-satunya bunga yang tumbuh dan semer bak tanpa mempedulikan musim, kecuali bulan Nisan yang mempertemukan kita untuk pertama kalinya dan waktu yang menahan kita dalam kesucian di antara kasucian-kesucian hidup.
Bukankah tangan Tuhan mendekatkan jiwa kita sebelum kita lahir dan membuat penjara-penjara bagi masing-masing sepanjang siang dan malam? Kehidupan seorang manusia tidak dimulai dari rahim dan tidak diakhiri dengan kuburan; cakrawala yang penuh dengan cahaya bulan dan bintang-bintang tidak akan ditinggalkan oleh jiwa-jiwa cinta dan ruh-ruh intuitif."Saat ia menjauhkan tangannya dari kepalaku aku merasakan getaran listrik pada akar-akar rambutku bercampur dengan angin malam.
Seperti seorang pemuja setia yang menerima berkahnya dengan mencium altar di sebuah kuil. Aku meraih tangan Selma dan meletakkannya di kedua bibirku yang hangat di atasnya dan memberinya ciuman panjang.Kenangan yang meluluhkan hatiku dan membangunkan keindahankeindahanya dengan semua kebajikan jiwaku.
Satu jam berlalu, tiap menitnya adalah tahun cinta. Kesunyian malam, cahaya bulan, bunga-bunga dan pohon-pohon membuat kami lupa akan semua kenyataan kecuali cinta.Tiba-tiba kami mendengar derap langkah kuda dan gemeretak roda kereta.Kami tersadar dari kebahagiaan kami yang tak sadar dan melemparkan dunia mimpi-mimpi ke dunia yang penuh dengan kebingungan dan kesengsaraan.
Kami mendapati laki-laki tua itu telah kembali dari tugasnya. Kami bangkit dan berjalan melalui kebun buah-buahan itu untuk menemuinya.Ketika kereta itu sampai di pintu masuk kebun, Farris Effandi turun dan berjalan dengan pelan lurus ke arah kami alam keadaan lunglai.Sekilas, ia tampak sedang membawa beban yang berat. Ia mendekati Selma,meletakkan tangannya di kedua bahunya dan memandanginya. Air mata membasahi kedua pipinya yang keriput dan kedua bibirnya bergetar dengan senyum kesedihan.
Dengan suara tercekik, ia berkata: "Sayang,tak lama lagi engkau akan dibawa jauh dari rengkuhan ayahmu dan memasuki rengkuhan orang lain. Sebentar lagi pendeta akan membawamu dari rumah yang sepi ini menuju istana di dunia yang luas. Kebun ini akan merindukan jejak langkahmu dan ayahmu akan menjadi orang asing bagimu. Semua telah terjadi. Semoga Tuhan memberkatimu."
Setelah mendengar kata-kata tersebut, wajah Selma sedih dan sepasang matanya sayu seolah ia merasakan sebuah tanda kematian.Kemudian ia ketakutan, seperti seekor burung yang tertembak, menderita dan cemas dan dalam suara tertahannya ia berkata: "Apa yang engkau katakan? Apa maksudnya ? Kemana engkau akan mengirimku ? "Kemudian ia memandangnya dengan menyelidik, berusaha untuk menyingkap rahasianya. sesaat kemudian ia berkata: "Aku mengerti.
Aku mengerti semuanya. Pendeta telah memintaku dari sisimu dan telah menyiapkan sebuah sangkar burung dengan sayap-sayap yang patah. Inikah keinginanmu, Ayah ? "Jawabannya adalah sebuah desahan nafas panjang. Dengan halus ia membimbing Selma memasuki rumah sementara aku masih berdiri di kebun. Riak-riak kebingungan menyelimutiku seperti sebuah badai yang menggugurkan daun-daun musim gugur.
Kemudian aku mengikuti mereka memasuki ruang tamu untuk menghindari hal-hal yang memalukan, yang menggoncangkan tangan laki-laki tua itu dan memandangi Selma bintang cantikku dan meninggalkan rumah.Ketika aku sampai di ujung kebun aku mendengar laki-laki tua itu memanggilku dan meminta untuk menemuinya. Dengan menyesal ia meraih tanganku dan berkata: "Maafkan aku, Anakku. Aku telah merusak malammu dengan tetesan air mata,tapi temui aku saat rumahku ditinggalkan dan aku kesepian dan putus asa. Wahai pemuda, anakku sayang !
Janganlah engkau mencampur-adukkan masalah yang terjadi di pagi hari dengan keadaan yang lemah. Karena pagi hari tidak akan bertemu dengan malam. Namun engkau akan datang padaku dan mengingatkanku pada kenanganku tentang masa mudaku yang ku lewatkan bersama ayahmu.Engkau akan mengabariku tentang kabar-kabar kehidupan yang tidak akan menganggapku sebagai salah satu anaknya lagi. Apakah engkau tidak akan mengunjungiku lagi ketika Selma pergi dan aku di sini dalam kesepian ? "Sementara ia mengatakan katakata menyedihkan itu, dengan tenang aku menjabat tangannya.
Aku merasakan air mata hangat jatuh dari matanya ke atas tanganku yang bergetar dengan sedih dan kasih sayang anak. Aku merasakan seolah hatiku tercekik dengan duka cita. Ketika aku mengangkat kepalaku dan ia melihat air mata di mataku, ia membungkuk
ke arahku dan mencium dahiku dan berkata: "Selamat tinggal anakku,selamat tinggal."Air mata seorang laki-laki tua lebih menggetarkan daripada air mata seorang pemuda karena ia merupakan sisa hidup dalam tubuhnya yang lemah. Air mata seorang pemuda seperti embun yang jatuh di daun setangkai Mawar, sementara air mata seorang laki-laki tua seperti daun layu yang jatuh bersama angin musim dingin.
Ketika aku meninggalkan rumah Farris Effandi Karamy, suara Selma masih terdengar di telingaku, kecantikannya mengikutiku seperti sebuah hantu dan air mata ayahnya mengering dengan lambat di tanganku.Kepulanganku seperti kepindahan Adam dari surga, namun Eva hatiku tidak ada bersamaku untuk menciptakan seluruh dunia menjadi sebuah Eden. Malam itu saat aku terlahir kembali, aku merasa bahwa aku melihat wajah kematian untuk pertama kalinya.Begitulah mentari menyemarakkan dan membunuh ladang-ladang dengan panasnya.
0 comments: