Nabi Isa Telah Wafat & Tidak Akan Turun ke Bumi

Pendapat yang mengatakan bahwa Nabi Isa as. telah wafat, merujuk pada penafsiran Al-Qur'an, sebagaimana firman-Nya : "(Ingatlah) tatkala Allah ber firman, 'Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku akan memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang kamu perselisihkan padanya'..." (Ali Imran: 55)."Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu, 'Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.' Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada diantara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau Maha Menyaksikan segala sesuatu." (al-Maa'idah: 117)
Berkaitan dengan surat al-Maa'idah ayat 117 maka timbul penafsiran kata tawaffaitani-tawafa, yatawaffa, mutawaffi, yang artinya 'mematikan, mencabut nyawa atau mewafatkan'. Pengertian ini tentu saja berlaku untuk seluruh ayat yang berkaitan dengan kata tawafaa. Sehingga surat Ali Imran ayat 55 di atas harus dipahami secara yakin bahwa Allah telah mewafatkan, mematikan, atau mencabut nyawa Nabi Isa a.s..
Kata tawaffa berasal dari kata kerja wafaya (wau-fa-ya) mempunyai arti: 'melunasi, menyelesaikan, menyempurnakan, wafat' (mati). Akar kata wafat (mati) sangat dekat dengan akar kata wifa' yang artinya, 'penyempurnaan atau pelunasan'. Sehingga dua kata itu merujuk pada sesuatu tugas yang sempurna atau telah selesai, atau seseorang yang telah selesai menjalani hidupnya alias mati. Apabila kata wafaya tersebut ditambah huruf mati ta dan fa, yaitu tawaffaya memberikan arti 'sangat bersungguh-sungguh'. Dan bila kata tawaffa dihubungkan dengan firman Allah surat al-Maa'idah ayat 117, maka memberikan arti yang pasti bahwa, "...Engkau wafatkan (angkat) aku..."
Dengan pembahasan kata tersebut sampailah pada kesimpulan bahwa kata muttawafika dalam surat Ali Imran: 55, berarti Allah sungguh-sungguh (benarlah) akan mewafatkan engkau (Nabi Isa). Hal ini tidak dapat ditafsirkan lain kecuali Allah akan mewafatkan Nabi Isa.
Apabila kata tersebut ditafsirkan lagi dengan ayat yang lain, maka akan didapat pengertian yang sama pada ayat ayat sebagai berikut: "... sampai mereka menemui ajalnya (yatawaffahunna)...." (an-Nisa': 15)
"Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan (tawaffaahum) malaikat... " (al-Maa'idah: 97)
"Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa (yatawaffa) orang-orang...." (al-Anfal: 50)
Masih banyak lagi kata atau ungkapan tawaffa dalam surat-surat pada Al-Qur'an yang keseluruhannya memberikan arti 'mewafatkan , mencabut nyawa', dan sebagainya. 2

Apabila seluruh kata tawaffa dalam ayat-ayat yang disebutkan tersebut menunjukkan arti "mewafatkan dan mematikan", lantas atas dasar apa meragukan bahwa Nabi Isa telah diwafatkan (mati). Oleh karena itu, tidak dapat ditafsirkan lain bahwa Nabi Isa tidur, Nabi Isa istirahat, dan sebagainya.
l. Kata Rafi'a

  • Kata raafi'uka (mengangkatmu) sebagaimana terdapat dalam Ali Imran: 55, tidak dapat ditafsirkan sebagai mengangkat Nabi Isa ke langit, karena tidak didukung oleh ayat lain yang memperkuat argumentasi bahwa kata raafi'uka menisbatkan kepada naiknya Nabi Isa ke langit dan kemudian hidup, tidur, atau istirahat di sana.
  • Kata rafi'u adalah isim fa'il atau pelaku yang berasal dari kata kerja rafa'a (telah mengangkat) dan bentuk rafa'a dengan segala bentukannya yang disebutkan di dalam Al-Qur'an menunjukkan pada sebuah makna 'meningkatkan derajat, mengungguli, dan mengatasi', sebagaimana di sebut di dalam Al-Qur'an sebagai berikut :
". . . dan sebagiannya Allah meninggikan beberapa derajat.... (wa rafa'a ba'dhuhum darajatin)." (al-Baqarah: 253 ).
"... dan mengangkat sebagian kamu di atas sebagian yang lain (wa rafa'a ba'dhukum fawqa ba'dhin)." (al-An'am: 165).
Selanjutnya kata-kata rafa'a yang berarti 'mengangkat derajat'sebagaimana terdapat di dalam Al-Qur'an-terdapat pula pada surat surat "wa rafa'na" (az-Zukhruf: 32); "wa rafa'na" (Alam Nasyrah: 4); "yarfa'u" (al-Mujadilah: 11); dan "narfa'u" (Yusuf: 76).
Dari uraian tadi dapat disimpulkan, sebagai berikut :
  • Nabi Isa a.s. telah diwafatkan oleh Allah SWT sesuai dengan Sunnatullah yang tidak mungkin akan berubah selama-lamanya (al-Ahzab:62). Nabi Isa telah wafat dan diangkat derajatnya oleh Allah. Dan tentang wafatnya Nabi Isa, sesuai pula dengan Sunatullah bahwa segala benda yang bernyawa pasti akan menemui kematian.
  • Al Qur'an tidak pernah menyebutkan secara jelas dan muhkamat3 maupun mutasyabihat, 4 apakah Nabi Isa masih hidup dan apakah sampai saat ini masih berada di langit? Lalu apakah setelah itu, ia akan turun kembali ke bumi untuk membasmi Dajal. Padahal, tidak ada satu kata pun di dalam Al-Qur'an yang menyebut nama Dajal. Dengan demikian, hal ini memperkuat argumentasi bahwa Nabi Isa telah wafat, dan tidak akan turun ke bumi dan tidak akan membunuh Dajal.
  • Kiamat akan segera tiba setelah turunnya Nabi Isa yang akan memberantas Dajal, kemudian mempersatukan umat manusia serta menjadikan semuanya beragama Islam dan menjadi imam shalat, tentunya berita ini merupakan berita besar yang mustahil luput dari uraian Al-Qur'an. 
  • Mengingat turunnya Nabi Isa dan datangnya Dajal tidak disebutkan di dalam Al-Qur'an, maka tidak menyebabkan berdosa apabila kita tidak mengimaninya. Lagi pula, rukun Iman yang telah diakui seluruh ulama sejak dahulu tidak mencantumkan hal ini.
2. Hadits-Hadits tentang Nabi Isa a.s. dan Dajal
Argumentasi yang berdasarkan pada Al-Qur'an mengatakan bahwa Nabi Isa telah wafat dan tidak akan turun lagi ke bumi untuk memberantas Dajal. Tentu hal itu tidak berdasarkan dalil hadits, walupun hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan yang lainnya.

Bagi mereka yang menyangkal hadits tersebut didasarkan bahwa berita-berita yang diriwayatkannya bertentangan satu sama lain, karena mereka mendasari itu terhadap alasan-alasan berikut :
  • Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abdullah bin Amru bin Ash disebutkan, "...kemudian Isa Almasih itu, menetap bersama manusia tujuh tahun lamanya…"
  • Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim, Abu Daud, al-Hakim, dan Ahmad bin Hanbal dari Abu Hurairah r a. menyebutkan, "…Isa menetap di bumi empat puluh tahun lamanya, kemudian ia pun wafat, maka kaum muslimin menyembahyangkannya ..."
  • Menurut Joesoef Souyb salah satu hadits yang meriwayatkan kedatangan Dajal diterima melalui Ka'ab al-Ahbar5 yang mengatakan, "Aku akan mengirimmu kelak menghadapi Dajal si Juling, dan engkau akan membunuhnya, lalu hidup di bumi sehabis itu selama dua puluh empat tahun dan Aku akan mematikanmu, seperti halnya orang yang hidup."
Penulisan hadits dengan isi pernyataan yang berbeda satu sama lainnya dan diceritakan melalui satu orang saja (hadits ahad) menyebabkan kedudukan hadits tersebut tidak termasuk mutawatir (hadits yang diriwayatkan oleh beberapa perawi). Di samping itu, sangat besar kemungkinannya adanya kesengajaan penyusupan dongeng atau kisah-kisah, seperti dituliskan dalam kitab Injil Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (Wahyu 19: 11-21, Wahyu 20: 4-6).
Perlu diingat bahwa dalam teologi dan liturgi (ketuhanan dan tata cara agama) Yahudi dan Nasrani sangat kental akan kepercayaan Mesiah dan Adventisme (harapan atau keyakinan akan turunnya Yesus ke bumi) untuk membasmi segala roh jahat dan mengajak umat manusia hanya percaya kepada Kristus.

0 comments: