Pemuda Yang Abnormal

"Demi Rabb Muhammad, sekiranya bukan karena bentangan samudera ini yang menjadi penghalang, niscaya akan aku taklukkan seluruh jagat raya ini demi meninggukan kalimat-Mu, wahai Rabbku, saksikanlah."

Tahukah Anda siapa yang mengucapkan kalimat tersebut ? Ia adalah Uqbah bin Nafi' seorang pemuda dari Bani Ummayah yang menjadi panglima tatkala pasukan Islam menaklukkan Afrika. Kalimat itu ia ucapkan tatkala berdiri di hadapan Samudera Atlantik yang terbentang luas. Sebuah kalimat yang menyiratkan gelora semangat seorang pemuda Islam untuk memberikan yang terbaik bagi agamanya. 

Sejarah telah membuktikan bahwa sebuah peradaban hanya bisa bangkit apabila para pemuda terlibat di dalamnya. Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW berusaha membawa para pemuda terlebih dahulu kepada Islam. Ketika beliau diangkat menjadi Rasul dalam usia 40 tahun, hampir semua pengikutnya adalah para pemuda. Ia lebih tua dua tahun dari Abu Bakar, empat tahun lebih tua dari Umar bin Khathab, dan hampir semua sahabat pada masa awal adalah pemuda. Kita melihat sosok Ali bin Abi Thalib yang dalam usia 12 tahun telah berjuang bersama Rasulullah SAW menyebarkan Islam. Kita pun bisa melihat sosok Bilal bin Rabah seorang hamba sahaya yang masih muda, yang tabah menghadapi siksaan. Demikian pula Amar bin Yasir, Abu Dzar Al-Ghifari, Mas'ab bin Umair, Zaid bin Haritsah, atau Ja'far bin Abi Thalib, semuanya adalah pemuda.

Bahkan percaya atau tidak, bangsa kita didirikan sebagian besar karena hasil karya pemuda. Karena kekuatan pemuda-lah Soekarno berani berkata: "Berikan kepadaku 1000 orang tua, aku sanggup mencabut Semeru dari uratnya. Tapi berikan kepadaku 10 pemuda, maka aku sanggup menggoncangkan dunia. Dan kata-kata itu terus dikenang dunia hingga sekarang. 

Semua orang sepakat bahwa pemuda adalah wujud puncak seorang manusia. Ia adalah produk generasi yang memiliki semangat perjuangan dan pengorbanan yang tinggi. Masa muda adalah masa serba ingin tahu, masa yang peka, penuh kepedulian, dan mampu menampung semua perubahan yang terjadi dari hal yang baik sampai yang paling buruk.

Pemuda adalah sosok yang bisa menampilkan kekuatan puncak di antara dua kelemahan, yaitu kelemahan masa anak-anak dan kelemahan masa tua. Ibarat cahaya matahari di tengah hari yang lebih kuat sinarnya dibanding pagi dan senja hari.

Begitu pentingnya masa muda sampai-sampai Rasulullah SAW bersabda: "Gunakanlah lima kesempatan sebelum datangnya yang lima. Yaitu, masa mudamu sebelum tuamu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa miskinmu, masa hidupmu sebelum kematianmu, dan waktu luangmu sebelum waktu sempitmu" (HR. Hakim). Rasul pun pernah bersabda, "Perjuangan Aku didukung oleh pemuda, oleh sebab itu berilah wasiat yang baik untuk mereka". 

Maka tak salah bila kebangkitan suatu bangsa atau agama diawali dari kebangkitan moral dan intelektual generasi mudanya. Sebaliknya, kehancuran sebuah bangsa diawali dari kehancuran moral generasi mudanya. Dr Syakir Ali Salim mengatakan perbaikan pemuda adalah perbaikan umat, sehingga eksistensi sebuah umat sangat tergantung pada generasi mudanya.

Sekarang timbul pertanyaan, pemuda seperti apakah yang mampu menjadi agen perubahan (agent of change) sebuah bangsa? Jawabnya adalah "para pemuda yang tidak normal"; jongelingen abnormal menurut orang Belanda. Apa maksudnya? Sebuah perubahan bisa terjadi kalau kita mengandalkan pemuda yang hanya bisa bersenang-senang, hanya bisa pacaran, hanya bisa "mengisap darah" orang tuanya, atau hanya bisa menghambur-hamburkan waktu untuk hal yang tidak penting? Kita membutuhkan pemuda-pemuda yang melenceng dari "kenormalan" seperti ini. Pemuda yang bisa mengendalikan hasrat dan nafsunya untuk hal-hal tidak berguna dan memacu semua potensinya untuk merancang dan membangun masa depan. 

Sejarah mencatat, melalui para pemuda seperti itulah Islam mulai berjaya. Lihatlah bagaimana pemuda Muhammad bin Abdullah, Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Mus'ab bin Umair, dan para sahabat lainnya. Mereka mampu keluar dari "kenormalan" budaya orang-orang Arab ketika itu, tenggelam dalam kemusyrikan, nafsu syahwat, minum arak, berjudi, ashabiyyah (fanatisme), dan kejahiliyahan lainnya. Mereka berani menentang budaya jahiliyah walau harus mengalami siksaan dan penderitaan. Padahal, bila dilihat dari strata sosial, sebagian dari mereka tergolong orang terpandang lagi kaya dan mampu meraih kesenangan lebih dari pemuda-pemuda jahiliyah pada masanya. Tidak ada yang mereka inginkan, kecuali tegaknya kalimat Allah di muka bumi.

Kita pun tidak bisa membayangkan Indonesia bisa merdeka seandainya Soekarno, Muhammad Hatta, Muhammad Natsir, dan para founding fathers lainnya mengikuti pola umum kehidupan anak muda. Bisa saja mereka mengejar karir, mendapat gaji besar, menikahi wanita Belanda, dan hidup enak. Padahal, semua itu amat terbuka bagi mereka. Tapi semua itu tidak mereka lakukan, karena ada hal yang lebih besar, yaitu merebut kembali kehormatan bangsa yang direnggut penjajah. 

Bagi mereka yang berada dalam lingkup usia muda --usia antara 15-40 tahun-- terdapat dua pilihan: menjadi pemuda normal dalam arti menghabiskan waktu muda seperti pemuda kebanyakan, atau menjadi pemuda "abnormal" yang mengisi hidup dengan perjuangan. Yang jelas, kehormatan tidak akan diperoleh umat Islam kalau generasi mudanya menjadi golongan yang pertama.

Untuk membentuk generasi berkualitas ada perangkat atau "sarana penunjang" yang harus dimaksimalkan, yaitu hati nurani (dhamir, spiritual intelligence), akal (rasio atau intellectual quotion), rasa (syu'ur atau emosi), dan jasad (fisik). Bila keempat perangkat ini bisa dimaksimalkan, maka akan lahir generasi muda yang memiliki delapan karakter utama, yaitu: aqidah yang kuat, ibadah yang baik dan benar, kesempurnaan akhlak, kematangan intelektual, jasad yang kuat, teratur dan cermat dalam berkarya, memperhatikan waktu, dan mampu menjadi orang yang bermanfaat.

Bagaimana mewujudkannya? Menurut As-Syahiid Hasan Al-Banna, perbaikan suatu umat tidak akan terwujud kecuali dengan perbaikan pemudanya. Perbaikan pemuda tidak akan sukses kecuali dengan perbaikan jiwa. Perbaikan jiwa tidak akan berhasil kecuali dengan pendidikan dan pembinaan. Ya dengan pendidikan dan pembinaan berkualitaslah generasi muda yang unggul bisa diwujudkan. Di sini peran pemerintah untuk menyediakan pendidikan yang berkualitas dan membangun budaya masyarakat bermoral tidak bisa ditunda-tunda lagi.(Bunga Rampai)


1 comments: